GELAR SIMPOSIUM KEBANGSAAN, UNIVERSITAS BRAWIJAYA MENGANGKAT TOPIK “MENYELAMI KEBERAGAMAN MENUJU PRAKTIK KEWARGAAN INKLUSIF”

Malang, 24 November 2023 — Unit Pelayanan Teknis Pengembangan Kepribadian Mahasiswa Universitas Brawijaya (UPT PKM UB) melakukan upaya penguatan praktik kewargaan inklusif. Hal ini dibahas bersama dalam Simposium Kebangsaan yang berlangsung di Malang, tepatnya di Guest House Universitas Brawijaya pada Jumat (24/11). 

Simposium ini mengusung tema ‘Menyelami Keberagaman menuju Praktik Kewargaan Inklusif’. Hadir sejumlah pakar dari perguruan tinggi pada acara simposium ini, diantaranya Prof. Dr. Ir. Imam Santoso, M.P selaku Wakil Rektor I Universitas Brawijaya Malang, Prof. Dr. Sayamsul Arifin selaku Wakil Rektor I Universitas Muhammadiyah Malang, Dr. Zainal Abidin Bagir Direktur ICRS UGM selaku Founder Sekolah Keragaman, Prof. Dr. Moh. Fadli, S.H, M.Hum selaku Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, dan Dr. Mohamad Anas, M.Phil selaku pematik pada acara tersebut.

Ketua Pelaksana pada kegiatan tersebut, In’amul Wafi, M.Ed, menyampaikan bahwasannya UPT PKM UB telah menggelar rangkaian acara sampai akhirnya berada pada puncak acara simposium kebangsaan ini. Beberapa acara yang digelar yaitu Podcast oleh Pusat Kajian Karakter dan Kebinekaan dengan mengundang para ahli dan pakar, kegiatan pembekalan peserta Moral Camp 2023 hingga dilaksanakannya Moral Camp pada 17-19 November lalu.

Prof. Dr.Imam Santoso, M.P menyampaikan bahwasannya topik yang diangkat pada gelaran simposium ini sangat menarik. Dalam menyelami keberagaman diharapkan dapat diaktualisasikan dalam menemukan value dan dikembangkan menjadi nilai yang baik.

Acara yang diikuti oleh 60 peserta dari Dosen Internal Universitas Brawijaya yang mengampu Empat Mata Kuliah Wajib Kurikulum (Pancasila, Agama, Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia) mulai memusatkan perhatiannya pada pemateri pertama, yaitu Dr. Zainal Abidin Bagir. Beliau menyampaikan “terdapat empat dimensi kewargaan, yaitu keanggotaan (inklusi budaya), hak sosial (hak dan tanggung jawab), status legal (inklusi juridis), dan partisipasi politik (hak dan tanggung jawab) yang dapat dijadikan tolak ukur untuk mengukur eksklusivitas”. 

Pada acara tersebut, Prof. Dr. Sayamsul Arifin yang menyampaikan topik tersebut dari perspektif agama, membagikan ceritanya terkait bentuk keragaman di UMM “meskipun background UMM lebih kepada kampus Islam, akan tetapi mahasiswa yang beragama non muslim dipersilakan untuk melakukan Ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masih-masing pada mata kuliah AIK (Al Islam dan Kemuhammadiyahan). Mengapa kita beragama? yaitu karena fitrah (state nature), lingkungan, dan pencarian”. 

Tidak kalah dengan dua pemateri yang lain, Prof. Dr. Moh. Fadli, S.H, M.Hum menyampaikan “terdapat faktor-faktor yang menjadi penghambat inkusivitas, yaitu kurangnya kesadaran kesejarahan, gesekan antaran budaya, diskriminasi-ketimpangan, patriotisme yang melemah, dan tindakan intoleran.”

Selanjutnya, acara yang dimulai pada pukul 13.00 hingga 17.00 WIB membuka ruang diskusi yang sangat menarik terkait isu-isu sosial mengenai keragaman dan ditutup dengan beberapa saran atau rekomendasi dari pakar terkait praktik menjadi warga yang inklusif.